"How happy is the blameless vestal's lot?the world forgetting,by the world forgot.Eternal Sunshine of the spotless mind, Each pray'r accepted, and each wish resigned". Alexander Pope
Maaf kalo film ini sudah terlalu lama untuk dijadikan sebuah tulisan atau ulasan dalam blog ini. Pastinya, film ini patut untuk dinonton bagi siapa saja yang sedang merasakan hal yang sama atau dalam kasus yang berbeda sekalipun. Menghapus ingatan dalam kepala kita bisa jadi pilihan yang sangat menggoda, walaupun kemudian akan banyak hal yang menjadi dampaknya.
Apapun namanya, aktivitas kita berinteraksi dengan orang lain adalah pengalaman yang sangat berharga sebagai makhluk sosial yang kadang asosial. Waktu adalah hal yang menjadi dominan dalam peran keberlangsungan kemampuan memory otak kita untuk mengingat sesuatu hal. Banyak lah kalimat kalimat bijak yang mengarahkan kita untuk yakin bahwa waktu akan bisa menghapus sesuatu tak peduli itu baik atau buruk, itu senang atau bahagia, itu pahit atau manis.
Pengantar diatas bisa dijadikan refleksi awal bayangan kita dalam film garapan Michael Gondry ini. Memposisikan diri kita masuk ke dalam film ini sama rasanya seperti kelelep gak tau berenang bahasa sekarang berenang gaya batu. Jangan pernah kehilangan fokus dalam menonton film ini, anda bisa saja kehilangan alur cerita yang dibuat sangat-sangat complicated ala-ala Quentin Tarantino.
Eternal Sunshie of The Spotless Mind menjadi pilihan untuk judul film ini, diambil dari puisi berjudul "Eloisa to Abelard" by Alexander Pope; "How happy is the blameless vestal's lot?the world forgetting,by the world forgot.Eternal Sunshine of the spotless mind, Each pray'r accepted, and each wish resigned".
Film ini berkisah tentang pertemuan Joel Barish yang diperankan oleh Jim Carrey dan Clementine Kruczynski yang diperankan oleh Kate Winslet dan membangun sebuah hubungan yang serius, keduanya merasakan kenyamanan hingga suatu saat mereka dihadapkan dengan persoalan sederhana yang membuat mereka bertengkar dan berpisah. Clamentine memutuskan untuk mendatangi sebuah klinik yang bisa menghapus memori atau ingatan akan sesuatu hal, dalam hal ini Clamentine ingin menghapus semua ingatannya tentang Joel Barish.
Joel yang menyadari hal tersebut tidak bisa terima akan yang dilakukan Clamentine, akhirnya Joel juga melakukan hal yang sama dengan dirinya. Film berdurasi 108 menit ini menampilkan banyak scene scene yang tidak biasa dengan alur yang sangat rumit, ditambah lagi dengan proses penghapusan ingatan yang divisualisasikan.
Dalam proses penghappusan ingatan yang dilakukan Joel Barish, Joel malah resisten terhadap program yang dilakukan kepadanya, dalam proses penghapusan itu Joel malah berusaha untuk tetap mempertahankan Clamentine untuk tetap bersamanya, hingga diujung proses penghapusan ingatan itu. Scene awal film ini sebenarnya mengantar kita pada akhir film ini dimana Joel dan Clamentine akhirnya tetap bertemu dan bersama.
Apa yang kita alami bukanlah konsep yang ada di kepala kita melainkan garis yang harus terus dijalani, mengaturnya dengan konsep yang ada di kepala kita bukan menghindarkan dari hal hal yang sudah digariskan untuk kita lewati tapi hanya sedikit penguatan untuk kita bisa tetap berdiri dan punya sedikit harapan atau bahkan harapan yang lebih besar dalam proses kita menunggu untuk melihat akhri dari segalanya.
Jika disuruh menyebutkan siapa aktor favorit saya, Will Smith akan menjadi salah satu yang saya sebutkan setelah Tom Hanks. Bagaimana dengan aktris, jika aktor saya punya banyak jagoan maka saya hanya akan memilih Helena Bonham Carter sebagai aktri favorit saya, Peran Helena dalam Fight Club (1999),Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street (2007) dan yang paling baru The King's Speech (2010)membuat saya langsung jatuh cinta pada aktris kelahiran Golders Green, London, empat puluh enam tahun lalu. Kali ini saya akan coba mereview film karya Gabriele Muccino bergenre drama keluarga berjudul The Pursuit of HappYness. Film ini mungkin tidak begitu terkenal seperti The Departed, Apocalypto, Pans Labyrinth, dan Pirates of The Carribean; Dead Man's Chest yang release di tahun yang sama. Film yang diangkat berdasarkan kisah nyata ini ditulis dengan begitu menarik oleh Steve Conrad dari buku yang berjudul sama. Film yang mengisahkan perjalanan hidup Chris Gardner ini diperankan
Comments
Post a Comment