Skip to main content

The Lucky One

"finding the lights means you must pass through the deepest darkness"
Ini pertama kalinya saya mereview film drama bertemakan cinta, yang memenangkan beberapa penghargaan Teen Choice Award. Mungkin akan terdengar sedikit aneh yah, tapi bagaimanapun juga pesona seorang Zac Efron dalam film percintaan tetap saja jadi daya tarik sendiri bagi penggemar remaja hingga dewasa.
Dalam film ini, Zac Efron (Logan) memerankan seorang marinir yang baru saja kembali dari perang di Irak dan lawan mainnya Taylor Schiling memerankan Beth. Film ini meneceritakan keberuntungan seorang marinir bernama Logan yang lolos dari maut berulang kali sejak dia menemukan sebuah foto di medan perang, foto seorang perempuan yang tidak pernah dikenalnya. Logan yang terus berusaha mencari dengan menggunakan semua petunjuk yang terdapat dalam foto itu. Akhirnya logan memutuskan untuk berjalan kaki untuk mencari perempuan di dalam foto itu.
Sesampainya di sebuah kota bersama anjing peliharaannya, Logan dengan tidak sengaja masuk ke dalam sebuah rumah yang menyediakan jasa pemeliharaan anjing, dan bertemulah Logan dengan perempuan dalam foto tersebut yang ternyata adalah pemilik rumah sekaligus sekolah untuk anjing. Tak disangka Beth, perempuan dalam foto itu adalah seorang ibu dengan satu orang anak yang telah bercerai dari suaminya. Logan yang tidak sanggup memilih kata untuk menyatakan niatannya datang menemui Beth akhirnya malah bekerja di sekolah khusus pelatihan anjing milik Beth itu sebagai seorang pembersih kandang.
Kehadiran Logan di tempat itu menimbulkan banyak kecurigaan dari mantan suami Beth. Logan yang kemudian memiliki rasa kepada Beth akhirnya terlibat dalam konflik keluarga itu. Beth yang telah lama sendiri juga tertarik dengan sosok Logan yang sangat dekat dengan anak laki laki Beth. Sampai akhirnya Beth tahu maksud kedatangan Logan ke tempat itu adalah ingin mencari Beth berdasarkan foto yang ditemukan Logan di medan perang. Beth sempat marah dan tidak percaya hingga Logan menjelaskan semua kronologis hingga dia berada di tempat itu.
Di akhir film ini sang sutradara Scot Hicks yang juga menjadi pengarah untuk film drama keluarga sebelumnya No Reservation, mencipta adegan yang bisa dibilang cukup klasik, dengan harus melenyapkan tokoh antagonist dalam film ini, jujur saya kecewa kenapa se-simple itu ending film ini, dipilih oleh Scot Hicks. Memberikan ending yang bahagia mungkin jadi tuntutan agar film ini mudah dimengerti dan menyeragamkan ekspektasi semua penontonnya.
FIlm berdurasi 101 menit ini menyajikan banyak konflik sederhana yang disajikan dengan cinema yang cukup baik. Overall film ini bisa dibilang bolehlah untuk ditonton apalagi bagi anda penggemar dan penggila sosok Zack Efron.

Comments

Popular posts from this blog

Eternal Sunshine of The Spotless Mind

"How happy is the blameless vestal's lot?the world forgetting,by the world forgot.Eternal Sunshine of the spotless mind, Each pray'r accepted, and each wish resigned". Alexander Pope Maaf kalo film ini sudah terlalu lama untuk dijadikan sebuah tulisan atau ulasan dalam blog ini. Pastinya, film ini patut untuk dinonton bagi siapa saja yang sedang merasakan hal yang sama atau dalam kasus yang berbeda sekalipun. Menghapus ingatan dalam kepala kita bisa jadi pilihan yang sangat menggoda, walaupun kemudian akan banyak hal yang menjadi dampaknya. Apapun namanya, aktivitas kita berinteraksi dengan orang lain adalah pengalaman yang sangat berharga sebagai makhluk sosial yang kadang asosial. Waktu adalah hal yang menjadi dominan dalam peran keberlangsungan kemampuan memory otak kita untuk mengingat sesuatu hal. Banyak lah kalimat kalimat bijak yang mengarahkan kita untuk yakin bahwa waktu akan bisa menghapus sesuatu tak peduli itu baik atau buruk, itu senang atau baha

The Pursuit of HappYness

Jika disuruh menyebutkan siapa aktor favorit saya, Will Smith akan menjadi salah satu yang saya sebutkan setelah Tom Hanks. Bagaimana dengan aktris, jika aktor saya punya banyak jagoan maka saya hanya akan memilih Helena Bonham Carter sebagai aktri favorit saya, Peran Helena dalam Fight Club (1999),Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street (2007) dan yang paling baru The King's Speech (2010)membuat saya langsung jatuh cinta pada aktris kelahiran Golders Green, London, empat puluh enam tahun lalu. Kali ini saya akan coba mereview film karya Gabriele Muccino bergenre drama keluarga berjudul The Pursuit of HappYness. Film ini mungkin tidak begitu terkenal seperti The Departed, Apocalypto, Pans Labyrinth, dan Pirates of The Carribean; Dead Man's Chest yang release di tahun yang sama. Film yang diangkat berdasarkan kisah nyata ini ditulis dengan begitu menarik oleh Steve Conrad dari buku yang berjudul sama. Film yang mengisahkan perjalanan hidup Chris Gardner ini diperankan

Hara-Kiri: Death of a Samurai

Mungkin masih lekat dalam ingatan kita, bagaimana kisah The Last Samurai (2003) yang dibintangi oleh Tom Cruise dan Ken Watanabe. The Last Samurai banyak mengangkat keadaan kultural dan segala intriknya pada masa transisi pasca restorasi Meiji. Kali ini saya tidak akan membahas apa yang terjadi dalam film The Last Samurai, kali ini saya akan mengangkat hal yang lebih detail tentang kehidupan seorang Samurai pada masa Shogun berkuasa. Hara-Kiri: Death of a Samurai inilah judul film yang akan kita bahas kali ini. Disutradarai oleh Takashi Miike dan berlatar belakang Jepang sebelum restorasi Meiji. Hara-Kiri adalah film yang diangkat dari sebuah novel karya Yasuhiko Takiguchi dengan judul Ibun rônin-ki sedangkan skenario nya ditulis oleh Kikumi Yamagishi. Film yang dibintangi Kôji Yakusho, Eita dan Naoto Takenaka ini diproduksi oleh Recorded Picture Company bekerja sama dengan Sedic International dan Amuse Soft Entertainment dengan durasi hampir dua jam. Bergenre drama film ini menyaji