Skip to main content

Cinema spirit


Sekian banyak ide yang tertuang dalam bentuk cerita, nampaknya tidak cukup untuk me ulai sebuah produksi film. Genre apapun yang terlintas dibenak begitu sulit untuk di eksekusi. Kemauan mendekati hal hal yang diluar ide memang tidak semudah ketika menuangkannya dalam sebuah tulisan naskah atau mengarang dialog. Membangun tim dalam arti yang sebenarnya dengan jumlah besar atau merekayasa pikiran untuk menjadi multitasking personal rasa rasanya mudah saja, yah gak salah kalau saya berpendapat buat film itu keren, pasti ada saja yang tertarik.

Dalam sejarahnya gambar bergerak, yang merupakan turunan langsung dari hasil karya gambar diam atau foto, pertama kali diproduksi oleh dua orang kakak beradik dari keluarga Lumiere (Pengusaha media rekam foto pada saat itu) dan kemudian dipertontonkan dengan format tontonan opera pada saat itu. Teater teater yang mempertunjukan opera atau seni panggung lainnya digunakan Lumiere Brothers sebagai tempat mempertontonkan gambar bergerrak pertama hasil karya mereka. Sedikit cerita di atas adalah kisah yang pada umumnya beredar di kalangan pencinta gambar bergerak.

Namun bila ditelaah lebih jauh, Lumierre brothers sebenarnya bukan kelompok yang pertama kali memproduksi dan menciptakan gambar bergerak, adalah Thomas Alfa Edison dan rekan kerjanya William Kenedy Laurie Dickson yang menjadi pioner dari produksi dan pertunjukan gambar bergerak. Tahun 1887, Thomas Alfa Edison mulai berpikir dan menelurkan ide tentang gambar bergerak, berdasarkan penemuan sebelumnya, yakni phonograph, Edison kemudian mengikutsertakan rekan kerjanya WKL Dickson untuk mengembangkan idenya tersebut. Perekam gambar bergerak hasil karya Edison dan Dickson kemudian diberi nama Kinetograph, yang hasil rekamannya lebih mirip dengan fasilitas continous shoots pada kamera foto yang beredar saat ini. Untuk mempertontonkan hasil rekaman menggunakan Kinetoscope tersebut, Edison dan Dickson membuat Kinetograph. Menonton gambar bergerak yang dihasilkan oleh Kinestocpe hanya bisa dilakukan oleh satu penonton, dengan cara mengintip ke dalam alat tersebut. Hal ini kemudian yang membuat Kinetoscope dan Kinetograph tidak sepopuler cinematographe buatan Lumiere.

Lumiere brothers datang dengan inovasi yang jauh lebih baik, menyatukan dua fungsi hasil kreasi Edisson dan Dickson, yang kemudian dikenal dengan cinematographe. Gambar bergerak pertama dengan menggunakan cinematographe dibuat oleh Auguste Lumiere dan Luis Lumiere, yang menjadi objek dari gambar bergerak pertama ini adalah gambar karyawan yang pulang setelah selesai bekerja di pabrik milik keluarga Lumiere. Film hasil karya Lumiere brothers ini yang kemudian menjadi film pertama yang dipertontonkan ke publik di Paris pada tahun 1895. Dengan ukuran yang cukup kecil dibanding pendahulunya cinematographe cukup populer. Lumiere brothers bahkan mendirikan sebuah teater untuk mempertontonkan hasil karya mereka kepada publik yang diberi nama cinemas. Cinemas bahkan dibuka di beberapa kota besar di dunia seperti London, Brussels, Belgia dan New York. Kejayaan demi kejayaan singgah di dua kakak beradik keluarga Lumiere ini, hingga tahun 1900 mereka mulai menjual ke publik hasil penemuan mereka, setelah menciptakan lebih dari 2000 judul film.

Kisah diatas adalah sedikit kisah tentang perjalanan ide dan pengembangan bagaiamana gambar bergerak dihasilkan, tidak satu atau dua orang yang saling dukung atau saling mengembangkan ide dan inovasi mereka bahkan puluhan atau ratusan orang yang punya ketertarikan yang sama akan gambar bergerak mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran mereka untuk sebuah karya. Semuanya tidak dilakukan dengan satu dua hari, perjalanan dari tahun ke tahun, warisan generasi ke generasi dan pengembangannya mengantarkan film dan membuat film saat ini berada di sekitar kita.

Cermin diri untuk tidak pernah puas mejadi semangat dan motivasi baru bagi para pencinta, penikmat, pembuat bahkan para kritikus film saat ini. Jangan pernah malu untuk mengemukakan ide, paling tidak tuangkan ide itu dalam pikiran kita, lantas naik ke tahap selanjutnya untuk membuka keran keran kalimat itu dalam sebaris kalimat, separagraf cerita hingga setumpuk naskah. Kesalahan adalah tempat belajar paling baik dan tak ada karya yang protes ketika kita membuatnya dengan salah, apresiasi karya dimulai dengan mengapresiasi karaya sendiri, apapun karya itu akan ada sejarah diri dari setiap yang melihatnya.

Comments

Popular posts from this blog

The Lucky One

"finding the lights means you must pass through the deepest darkness" Ini pertama kalinya saya mereview film drama bertemakan cinta, yang memenangkan beberapa penghargaan Teen Choice Award. Mungkin akan terdengar sedikit aneh yah, tapi bagaimanapun juga pesona seorang Zac Efron dalam film percintaan tetap saja jadi daya tarik sendiri bagi penggemar remaja hingga dewasa. Dalam film ini, Zac Efron (Logan) memerankan seorang marinir yang baru saja kembali dari perang di Irak dan lawan mainnya Taylor Schiling memerankan Beth. Film ini meneceritakan keberuntungan seorang marinir bernama Logan yang lolos dari maut berulang kali sejak dia menemukan sebuah foto di medan perang, foto seorang perempuan yang tidak pernah dikenalnya. Logan yang terus berusaha mencari dengan menggunakan semua petunjuk yang terdapat dalam foto itu. Akhirnya logan memutuskan untuk berjalan kaki untuk mencari perempuan di dalam foto itu. Sesampainya di sebuah kota bersama anjing peliharaannya,

The Pursuit of HappYness

Jika disuruh menyebutkan siapa aktor favorit saya, Will Smith akan menjadi salah satu yang saya sebutkan setelah Tom Hanks. Bagaimana dengan aktris, jika aktor saya punya banyak jagoan maka saya hanya akan memilih Helena Bonham Carter sebagai aktri favorit saya, Peran Helena dalam Fight Club (1999),Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street (2007) dan yang paling baru The King's Speech (2010)membuat saya langsung jatuh cinta pada aktris kelahiran Golders Green, London, empat puluh enam tahun lalu. Kali ini saya akan coba mereview film karya Gabriele Muccino bergenre drama keluarga berjudul The Pursuit of HappYness. Film ini mungkin tidak begitu terkenal seperti The Departed, Apocalypto, Pans Labyrinth, dan Pirates of The Carribean; Dead Man's Chest yang release di tahun yang sama. Film yang diangkat berdasarkan kisah nyata ini ditulis dengan begitu menarik oleh Steve Conrad dari buku yang berjudul sama. Film yang mengisahkan perjalanan hidup Chris Gardner ini diperankan

Hara-Kiri: Death of a Samurai

Mungkin masih lekat dalam ingatan kita, bagaimana kisah The Last Samurai (2003) yang dibintangi oleh Tom Cruise dan Ken Watanabe. The Last Samurai banyak mengangkat keadaan kultural dan segala intriknya pada masa transisi pasca restorasi Meiji. Kali ini saya tidak akan membahas apa yang terjadi dalam film The Last Samurai, kali ini saya akan mengangkat hal yang lebih detail tentang kehidupan seorang Samurai pada masa Shogun berkuasa. Hara-Kiri: Death of a Samurai inilah judul film yang akan kita bahas kali ini. Disutradarai oleh Takashi Miike dan berlatar belakang Jepang sebelum restorasi Meiji. Hara-Kiri adalah film yang diangkat dari sebuah novel karya Yasuhiko Takiguchi dengan judul Ibun rônin-ki sedangkan skenario nya ditulis oleh Kikumi Yamagishi. Film yang dibintangi Kôji Yakusho, Eita dan Naoto Takenaka ini diproduksi oleh Recorded Picture Company bekerja sama dengan Sedic International dan Amuse Soft Entertainment dengan durasi hampir dua jam. Bergenre drama film ini menyaji