Skip to main content

Maudu Lompoa


Aktivitas masyarakat desa pagi itu diluar rutinitas biasanya, sejak 40 hari yang lalu mereka sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk perayaan Maulid nabi Muhammad SAW. Tetabuhan musik tradisional gandrang(gendang) menggema di penjuru desa kecil yang terletak disekitar muara Sungai Cikoang. ”Maudu lompoa” sebutan untuk puncak perayaan maulid di desa ini. Tradisi termegah mauled ini diperingati sejak tahun 1621.



Telur warna warni, songkolo (makanan khas dari ketan), ayam, kelapa dan beras merupakan syarat wajib dalam tradisi ini dan biasanya disebut dengan “kanre maudu”. Masing-masing mempersiapkan hiasan kanre maudu nya dengan sebaik dan seindah mungkin, bagi mereka semakin baik dan indah julung-julung hiasan kanre maudu yang dibuat semakin banyak pula pahala yang diperoleh.



Menceburkan diri ke sungai merupakan sebuah keharusan bagi mereka sebagai wujud kegembiraan pada prosesi ritual itu. Setelah menceburkan diri ke sungai, mereka kemudian menari sambil saling berhadapan di samping julung-julung.




Sebelum mencapai puncak perayaan Maulid yang dikenal dengan nama Maudu Lompoa (Maulid Besar) itu, dibutuhkan persiapan selama 40 hari. Persiapan diawali dengan je’ne-je’ne Sappara (mandi pada bulan Syafar) oleh masyarakat setempat dipimpin sesepuh atau guru adat.
”Maudu Lompoa ini dilaksanakan setahun sekali dalam rangka merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Konon, tradisi ritual turun-temurun ini telah dilaksanakan sejak tahun 1621, diprakarsai Sayyid (syekh) Djalaluddin, penyebar agama Islam di muara Sungai Cikoang,” tutur Karaeng Lolo, salah seorang sesepuh adat Cikoang.
Tradisi yang dilakukan sebagai wujud kecintaan masyarakat kepada Nabi Muhammad SAW itu, tidak pernah alpa dilakukan, kendati pernah suatu ketika masyarakat Desa Cikoang dilanda kemiskinan dan kelaparan, berpakaian compang-camping, dan hanya memakan umbi pisang. Untuk membuat hidangan khas (sesaji) pada puncak acara Maudu Lompoa, prosesnya butuh waktu lama. Hidangan khas itu berupa nasi pamatara (setengah matang) dan lauk yang menunya didominasi ayam kampung dan telur warna-warni yang penuh hiasan bunga kertas dan male. Male adalah guntingan kertas minyak yang menyerupai tubuh manusia. Prosesnya lama karena ayam kampung yang digunakan untuk sesaji Maudu tidak boleh ayam sembarangan. Ayam harus dikurung 40 hari di tempat bersih dan diberi makan beras bagus.
Pada saat yang sama, masyarakat juga mulai melakukan prosesi angnganang baku, yaitu membuat bakul sesaji dari daun lontar. Selanjutnya, masyarakat menjemur padi dalam lingkaran pagar, dilanjutkan a’dengka ase, yakni menumbuk padi dengan lesung. Setelah itu, warga mengupas kelapa utuh yang ditanam sendiri (ammisa’ kalulu).
Tepat dua hari sebelum hari “H”, masyarakat yang akan mengikuti Maudu Lompoa melakukan acara potong ayam dan menghias telur. Kemudian para ibu rumah tangga dibantu anak-anaknya mulai memasak beras setengah matang, ayam goreng dan aneka kue tradisional dengan menggunakan kayu bakar. Cara atau adab memasak pun mempunyai ketentuan, yakni harus dilakukan di dalam ra’bbang (kolong rumah panggung), tidak boleh keluar pagar. Perempuan harus memakai sarung dalam keadaan bersih dan mengambil air wudu sebelum memasak. ”Beras pun dicuci tujuh kali sebelum dimasak dan air cuciannya ditampung dalam lubang yang sengaja dibuat dalam ra’bbang,” ungkap Daeng So’na, salah seorang warga Cikoang yang telah berdomisili di Kota Makassar, namun yang selalu pulang kampung pada saat prosesi Maudu Lompoa.
Isi bakul disesuaikan jumlah keluarga tiap rumah. Setiap satu orang harus dipotongkan satu ayam dan dimasakkan satu gantang (4 liter) beras. Sedangkan jumlah telur yang dihias, tergantung kemampuan masing-masing keluarga, namun minimal berjumlah 20 butir, sehingga telur-telur yang dikumpulkan pada saat hari “H” bisa mencapai ribuan. Karena itu, biaya acara ritual ini sangat besar hingga jutaan rupiah per kepala keluarga (KK).



Sarat makna sajian Maudu Lompoa yang akan dikumpulkan pada rumah panggung yang disiapkan di pinggir Sungai Cikoang ataupun ditempatkan di atas perahu pada saat acara puncak, sebenarnya sarat makna. Misalnya, bakul anyaman dari daun lontar, menggambarkan bahwa tubuh manusia teranyam oleh lebih dari 4.000 saraf. Empat liter beras selain melambangkan hakikat empat unsur dari manusia (tanah, air, api, dan angin), juga syariat Islam. Sementara ayam berarti pembelajaran (tarekat) akan waktu dan juga dikenal sebagai binatang yang ulet.
Menurut Karaeng Lolo, kelapa yang memiliki tujuh lapis kulit itu perlambang hakikat mata hati. Telur berarti keyakinan (makrifat). Perahu bagaikan kendaraan menuju bahtera berkah. Kain bagai tempat bernaung saat manusia berada di padang mahsyar nanti.
Khusus kain yang digunakan sebagai umbul-umbul pada perahu kayu yang berukuran besar yang dikenal dengan nama lambere japing-japing atau perahu nelayan yang berukuran kecil yang disebut Jolloro, biasanya adalah kain sarung atau kain yang bisa dijadikan baju. Mengenai pemilihan warna dan kualitasnya tergantung selera dan kemampuan masing-masing.
Pada saat puncak acara Maudu Lompoa, ketika matahari mulai muncul di ufuk timur, masyarakat yang membawa sesajen berduyun-duyun ke tempat prosesi adat. Begitu pula warga dari desa tetangga, bahkan dari luar Sulawesi yang masih memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan penduduk asli Cikoang yang umumnya masih menggunakan gelar sayyid (syekh) sebagai pertanda turunan Syekh Djalaluddin. Saat matahari mulai menyengat terik, penduduk seantero desa tumpah-ruah memadati dua buah baruga (pendopo panggung) yang sengaja didirikan di pusat desa. Bakul-bakul berisi aneka menu itu sebagian ditempatkan di baruga, sebagian lagi di atas perahu yang ditambatkan tak jauh dari baruga.
Tak lama kemudian, tetabuhan musik tradisional gandrang (gendang) lengkap dengan iringannya berupa pui-pui dan kecapi mulai menggema menyemarakkan pesta ritual itu. Sesepuh dan pemangku adat di desa itu kemudian memberikan sambutan dan memimpin acara zikir yang memuja keteladanan Rasulullah SAW. Terakhir doa bersama sebagai tanda terima kasih pada Sang Khalik, atas rezeki yang dilimpahkanNya selama ini.
Sebagian sesajen yang ditempatkan di baruga menjadi santapan siang para pemangku adat, tamu, dan warga setempat seusai membaca doa. Sementara selebihnya dibagi-bagikan baik kepada si pembawa sesaji maupun kepada masyarakat yang kurang mampu untuk dibawa pulang ke rumah. Sementara itu, bagian prosesi acara ritual ini yang ditunggu-tunggu anak laki-laki dan perempuan, bahkan orang tua adalah acara menceburkan diri ke pinggir sungai dan melakukan siram-siraman. Konon menurut kepercayaan masyarakat setempat, hal itu dapat membuang sial dan membersihkan diri dari dosa. Ada pula yang mengikuti beberapa lomba tradisional seperti lomba lepa-lepa (dayung), tangkap itik, dan pergelaran tarian khas Takalar, tunrung pakanjara. Menjelang sore, sebagai prosesi akhir ritual Maudu Lompoa pun tiba. Lantunan salawat mengiringi perahu-perahu besar yang dilepas ke laut. Sementara perahu yang berisi sajian dan aneka kain langsung diserbu ribuan masyarakat. Tak ayal lagi, perebutan kain dan bakul berisi makanan dan aneka telur yang telah dihias pun terjadi. Masyarakat percaya, barang siapa memakan sesaji itu akan mendapat berkah. Namun, warga tidak boleh memakan sesaji buatannya sendiri. Mereka harus saling bertukar sesaji.
Usai acara, julung-julung berisi sesajian menjadi bersih, tak ada satu pun sesaji atau hiasan tersisa. Masyarakat kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan puas dan lega. Kalaupun ada yang tidak sempat kebagian sesaji, yang mendapat sesaji berlebih dengan suka rela memberikan separuh bagiannya. Hal ini sekaligus memupuk rasa kebersamaan dan pemerataan nikmat rezeki dari Yang Maha Kuasa

Comments

Popular posts from this blog

The Lucky One

"finding the lights means you must pass through the deepest darkness" Ini pertama kalinya saya mereview film drama bertemakan cinta, yang memenangkan beberapa penghargaan Teen Choice Award. Mungkin akan terdengar sedikit aneh yah, tapi bagaimanapun juga pesona seorang Zac Efron dalam film percintaan tetap saja jadi daya tarik sendiri bagi penggemar remaja hingga dewasa. Dalam film ini, Zac Efron (Logan) memerankan seorang marinir yang baru saja kembali dari perang di Irak dan lawan mainnya Taylor Schiling memerankan Beth. Film ini meneceritakan keberuntungan seorang marinir bernama Logan yang lolos dari maut berulang kali sejak dia menemukan sebuah foto di medan perang, foto seorang perempuan yang tidak pernah dikenalnya. Logan yang terus berusaha mencari dengan menggunakan semua petunjuk yang terdapat dalam foto itu. Akhirnya logan memutuskan untuk berjalan kaki untuk mencari perempuan di dalam foto itu. Sesampainya di sebuah kota bersama anjing peliharaannya,

The Pursuit of HappYness

Jika disuruh menyebutkan siapa aktor favorit saya, Will Smith akan menjadi salah satu yang saya sebutkan setelah Tom Hanks. Bagaimana dengan aktris, jika aktor saya punya banyak jagoan maka saya hanya akan memilih Helena Bonham Carter sebagai aktri favorit saya, Peran Helena dalam Fight Club (1999),Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street (2007) dan yang paling baru The King's Speech (2010)membuat saya langsung jatuh cinta pada aktris kelahiran Golders Green, London, empat puluh enam tahun lalu. Kali ini saya akan coba mereview film karya Gabriele Muccino bergenre drama keluarga berjudul The Pursuit of HappYness. Film ini mungkin tidak begitu terkenal seperti The Departed, Apocalypto, Pans Labyrinth, dan Pirates of The Carribean; Dead Man's Chest yang release di tahun yang sama. Film yang diangkat berdasarkan kisah nyata ini ditulis dengan begitu menarik oleh Steve Conrad dari buku yang berjudul sama. Film yang mengisahkan perjalanan hidup Chris Gardner ini diperankan

Hara-Kiri: Death of a Samurai

Mungkin masih lekat dalam ingatan kita, bagaimana kisah The Last Samurai (2003) yang dibintangi oleh Tom Cruise dan Ken Watanabe. The Last Samurai banyak mengangkat keadaan kultural dan segala intriknya pada masa transisi pasca restorasi Meiji. Kali ini saya tidak akan membahas apa yang terjadi dalam film The Last Samurai, kali ini saya akan mengangkat hal yang lebih detail tentang kehidupan seorang Samurai pada masa Shogun berkuasa. Hara-Kiri: Death of a Samurai inilah judul film yang akan kita bahas kali ini. Disutradarai oleh Takashi Miike dan berlatar belakang Jepang sebelum restorasi Meiji. Hara-Kiri adalah film yang diangkat dari sebuah novel karya Yasuhiko Takiguchi dengan judul Ibun rônin-ki sedangkan skenario nya ditulis oleh Kikumi Yamagishi. Film yang dibintangi Kôji Yakusho, Eita dan Naoto Takenaka ini diproduksi oleh Recorded Picture Company bekerja sama dengan Sedic International dan Amuse Soft Entertainment dengan durasi hampir dua jam. Bergenre drama film ini menyaji