Skip to main content

Will

Sekian banyak judul film yang mengangkat tema sepak bola yang sudah saya saksikan, dan tidak satu pun yang bisa menggugah naluri saya sebagai seorang fans sebuah club sepak bola sampai akhirnya semalam saya menonton sebuah film berjudul WILL. Bagaimana film ini sampai ke mata saya, adalah pemberian seorang kawan yang sampai saat ini saya kagumi dan terus berguru padanya. Selayaknya bentuk media massa lainnya, film ini cukup banyak memberikan saya informasi akan Liverpool Football Club.
Film ini disutradarai oleh Ellen Perry, seorang sutradara, produser sekaligus penulis film dokumenter Alberto Fujimori. Film ini mengisahkan perjuangan seorang bocah berusia 11 tahun bernama Will Brennan (Perry Eggleton) yang tinggal di sebuah panti asuhan setelah kematian ibunya. Suatu hari Will dikejutkan dengan kedatangan ayahnya Gareth Brennan (Damian Lewis) yang menyesal tidak bersama keluarganya ketika istrinya meninggal dan menyebabkan Will harus diasuh oleh panti asuhan.
Gareth memberikan sebuah kejutan untuk Will dengan membawakannya dua buah tiket final liga Champions, Istanbul, Turki. Will adalah seorang fans berat Liverpool Football Club, di bilik kamarnya terpajang sejumlah aksesoris LFC, Will bahkan menghafal baik sejarah Liverpool dan para pemainnya. Sementara Will menikmati kebahagiaan dan kesenangan bertemu ayahnya dan merencanakan untuk pergi bersama ayahnya menonton Final Liga Champions di Istanbul, Turki, Will sekali lagi harus dihadapkan dengan sebuah kenyataan pahit dengan meninggalnya ayah yang baru dijumpainya. Sirna sudah harapan memulai kehangatan dan hidup baru bersama sang ayah. Will begitu kecewa dan terpukul akan kematian ayahnya, will merobek semua aksesoris LFC yang terpajang di dindingnya. Teman sekamar Will kemudia datang menghampiri Will dan memberi semangat Will untuk tetap berangkat menuju Turki.
Bermodalkan hasil taruhan ayahnya yang menang pada saat taruhan pertandingan semi final LFC vs Juventus dan dukungan dari dua teman kamarnya, Will pun menyelinap pergi dari panti asuhan dan pergi ke Paris, Perancis dengan menyelinap di sebuah kargo. Sesampainya di Paris, Will kemudian bertemu Alek, seorang supir truk yang sebenarnya adalah seorang pemain sepak bola kenamaan asal Bosnia. Alek memberikan tumpangan kepada Will selama berada di Paris. Pada saat tiba di Paris, semua uang Will habis di copet oleh berandalan. Will pun kemudian ditolong oleh Alek. Alek yang tahu asal usul dan motivasi Will hingga kabur sejauh ini, kemudian membantu Will untuk mewujudkan cita citanya. Ketika di Paris, Will harus kembali menelan kekecewaan ketika Alek memberitahukan bahwa tiket yang selama ini Will bawa hingga ke Paris adalah tiket palsu.
Alek tinggal bersama seorang sahabatnya Mathieu (Nicolas Chagrin) yang kemudian memberikan bantuan untuk WIll dan Alek untuk pergi ke Istanbul Turki. Mathieu memberikan sejumlah uang untuk membeli tiket dan sebuah mobil kesayangannya untuk dipakai menempuh perjalanan ke Turki. Di tengah perjalanan menuju Istanbul, Will dan Alek bertemu dengan serombongan para supertor Liverpool, para suporter Liverpool ini kemudian menjamu Will dan Alek karena sangat mengagumi kisah Will yang sejauh ini kabur untuk mendukung LFC berlaga di Final Liga Champions melawan AC Milan. Setelah berhari hari kabur dari panti asuhannya WIll menjadi berita utama di semua koran di berbagai negara, Will dijuluki sebagai fans nomor satu Liverpool. Ditengah perjalanan menuju Istanbul, Will dan Alek berhenti sejenak di daerah asal Alek, di sini terkuak bahwa Alek adalah seorang pemain sepak bola kenamaan Bosnia yang sebelum terjadi perang Alek sempat dilirik dan mengikuti seleksi untuk bermain di beberapa klub besar eropa. Alek pun kemudian memberikan sebuah jersey bertuliskan nama belakang Alek yakni Zukich, Will kemudian menggunakan jersey itu ingga mereka tiba di Istanbul.
Will dan Alek kemudian mencari penjual tiket, sayangnya mereka tiba tepat pada hari pertandingan oleh karenanya, tiket yang mereka dapatkan dari seorang calo di luar stadion sangat mahal. Alek mencoba menawar namun sayangnya si penjual tiket tidak menurunkan harga tiketnya, bantuan pun datang dari para supporter yang ditemui Will dan Alek di tengah perjalanannya. Mereka kemudian mengumpulkan uang untuk mencukupkan uang yang dibawa oleh WIll dan Alek. Namun setelah mendapatkan tiket Will tak ingin masuk stadiun jika seorang diri, Alek meyakinkan Will untuk masuk dan dia akan menunggunya di luar stadion. DItengah perdebatan mereka, dari dalam stadion King Kenny Dalglish melihat Will dan kemudia memanggilnya King Kenny yang tahu perjuangan Will hingga tiba di Istanbul kemudian memberikan kesempatan kepada Alek dan Will masuk dengan menggunakan free pass milik King Kenny.
belum habis kebahgian Will bertemu sang legenda King Kenny, Will begitu takjub ketika masuk ke dalam stadion dan akan bertemu para pemain idolanya. Will kemudian menghampiri satu persatu pemain Liverpool yang telah siap masuk lapangan, Will kemudian bertemu Jamie Carragher dan kemudian menghampiri Steven Gerrard dan sang kapetn tim mempersilahkan Will untuk masuk memipin tim masuk ke lapangan, dan seisi stadion kemudian meneriakkan nama WIll dan diiringi dengan anthem LFC You'll Never Walk Alone. Teman teman dan para suster, serta Mathiue menyaksikan Will lewat televisi begitu bahagia Will bisa sampai dan mewujudkan keinginannya selama ini
Laga final Champions League tahun 2005 adalah kemenangan yang ajaib dan membuktikan "Winning is Believing", bagaimana tidak LFC yang bertanding dengan AC Milan kala itu ketinggalan 3-0 di babak pertama hingga 15 menit terakhir pertandingan babak ke dua dimulai oleh gol Sang kapten Steven Gerrard, Vladimír Šmicer and Xabi Alonso membuat keadaan imbang hingga kemenangan ditentukan oleh drama adu penalti dan dimenangkan oleh Liverpool Football Club untuk meraih Trophi Campions nya yang ke lima.

Comments

  1. nice story i watched this movie and very exited to will
    saluut will brennan... but where will really is? where his face?
    nice info and saluut from netizeninfo.com

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

The Pursuit of HappYness

Jika disuruh menyebutkan siapa aktor favorit saya, Will Smith akan menjadi salah satu yang saya sebutkan setelah Tom Hanks. Bagaimana dengan aktris, jika aktor saya punya banyak jagoan maka saya hanya akan memilih Helena Bonham Carter sebagai aktri favorit saya, Peran Helena dalam Fight Club (1999),Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street (2007) dan yang paling baru The King's Speech (2010)membuat saya langsung jatuh cinta pada aktris kelahiran Golders Green, London, empat puluh enam tahun lalu. Kali ini saya akan coba mereview film karya Gabriele Muccino bergenre drama keluarga berjudul The Pursuit of HappYness. Film ini mungkin tidak begitu terkenal seperti The Departed, Apocalypto, Pans Labyrinth, dan Pirates of The Carribean; Dead Man's Chest yang release di tahun yang sama. Film yang diangkat berdasarkan kisah nyata ini ditulis dengan begitu menarik oleh Steve Conrad dari buku yang berjudul sama. Film yang mengisahkan perjalanan hidup Chris Gardner ini diperankan ...

Eternal Sunshine of The Spotless Mind

"How happy is the blameless vestal's lot?the world forgetting,by the world forgot.Eternal Sunshine of the spotless mind, Each pray'r accepted, and each wish resigned". Alexander Pope Maaf kalo film ini sudah terlalu lama untuk dijadikan sebuah tulisan atau ulasan dalam blog ini. Pastinya, film ini patut untuk dinonton bagi siapa saja yang sedang merasakan hal yang sama atau dalam kasus yang berbeda sekalipun. Menghapus ingatan dalam kepala kita bisa jadi pilihan yang sangat menggoda, walaupun kemudian akan banyak hal yang menjadi dampaknya. Apapun namanya, aktivitas kita berinteraksi dengan orang lain adalah pengalaman yang sangat berharga sebagai makhluk sosial yang kadang asosial. Waktu adalah hal yang menjadi dominan dalam peran keberlangsungan kemampuan memory otak kita untuk mengingat sesuatu hal. Banyak lah kalimat kalimat bijak yang mengarahkan kita untuk yakin bahwa waktu akan bisa menghapus sesuatu tak peduli itu baik atau buruk, itu senang atau baha...

Hara-Kiri: Death of a Samurai

Mungkin masih lekat dalam ingatan kita, bagaimana kisah The Last Samurai (2003) yang dibintangi oleh Tom Cruise dan Ken Watanabe. The Last Samurai banyak mengangkat keadaan kultural dan segala intriknya pada masa transisi pasca restorasi Meiji. Kali ini saya tidak akan membahas apa yang terjadi dalam film The Last Samurai, kali ini saya akan mengangkat hal yang lebih detail tentang kehidupan seorang Samurai pada masa Shogun berkuasa. Hara-Kiri: Death of a Samurai inilah judul film yang akan kita bahas kali ini. Disutradarai oleh Takashi Miike dan berlatar belakang Jepang sebelum restorasi Meiji. Hara-Kiri adalah film yang diangkat dari sebuah novel karya Yasuhiko Takiguchi dengan judul Ibun rônin-ki sedangkan skenario nya ditulis oleh Kikumi Yamagishi. Film yang dibintangi Kôji Yakusho, Eita dan Naoto Takenaka ini diproduksi oleh Recorded Picture Company bekerja sama dengan Sedic International dan Amuse Soft Entertainment dengan durasi hampir dua jam. Bergenre drama film ini menyaji...