Skip to main content

Participatory Video, Mangrove Action Project (Part I)

Semakin banyak saja aktivitas dan kesempatan untuk berbagi ilmu bersama dengan orang orang baru yang tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya. Kegiatan sosial yang didukung oleh lembaga asing yang concern terhadap masalah lingkungan khususnya pesisir.
Salah seorang kawan yang sebelumnya pernah menjadi bagian kegiatan tersebut, mengajak saya untuk ikut berbagi ilmu dalam kegiatan tersebut. Uniknya adalah, jika tiap hari saya bertemu dan berbagi ilmu dengan mahasiswa mahasiswi, kali ini saya harus berbagi ilmu dengan ibu ibu rumah tangga yang tinggal di kawasan pesisir.
Participatory Video menjadi pilihan workshop yang diselenggarakan oleh lembaga bernama Mangrove Action Project (MAP) bekerja sama dengan CIDA (Canadian International Development Agency) dengan maksud untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir untuk memperlihatkan kepada khalayak akan kerja dan aktivitas masyarakat pesisir dengan sudut pandang subjektif mereka sebagai pelaku. Hampir semua peserta Workshop Participatory video ini adalah para peserta sekolah lapang yang merupakan program pemberdayaan masyarakat pesisir oleh MAP.
Saya tidak pernah mengira semangat belajar masyarakat yang kebanyakan ibu ibu ini sangat luar biasa. Mereka menerima dengan baik ilmu yang diberikan baik itu dalam ranah teori hingga praktis. Walaupun sedikit kesulitan dalam menerima hal baru seperti participatory video ini, mereka tetap antusias dalam mengikuti workshop ini hingga akhir. Saya pun belajar banyak hal dari masyarakat tentang kepedulian terhadap lingkungan khususnya daerah pesisir.
Workshop Day 1
Bersama fasilitator MAP dari makassar kami berangkat pukul 07.00 pagi dari markas MAP di sekitaran panakukang, menumpang mobil yang telah disiapkan kami menuju Desa Pitusunggu, Kabupaten Pangkep. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam kami tiba di Desa Pitusunggu, Kabupaten Pangkep sekitar pukul 09.00. Saya bukan pengingat yang baik apalagi saol lokasi, hafalan saya tentang wilayah di satu kota sangat terbatas walaupun mungkin say atelah melaluinya hingga berkali kali. Setelah memperhatikan letak lokasi desa ini saya menyimpulkan kalau saya belumpernah datang ke sini sebelumnya.
Desa kecil yang dikelilingi ladang sawah serta kebu masyarakat yang tidak begitu lebat menyambut kedatangan kami di tempat itu, mungkin hanya ada satu patokan yang bisa saya jadikan kunci jika satu saat saya akan kembali menengok desa ini, adalah sebuah masjid yang kiri kanannya ditemani sawah.
Kami tiba di rumah seorang warga yang menjadi tuan rumah workshop ini, dan disambut dengan hangat. Yah...saya harus jujur ini berasa KKN lima tahun yang lalu, senyum khas masyarakat desa menyambut tamunya menjadi sarapan pagi yang lebih dari cukup. Setelah saling sapa dan bercerita seputar hal hal selama di perjalanan, kami pun disilahkan untuk naik ke rumah panggung yang cukup besar itu. Pak Arif adalah tuan rumah kami hari ini, salah seorang tokoh di desa ini yang sukses dijuluki "orang gila" karena kenekatannya mempraktekkan sawah air asin untuk pertma kalinya di desa ini. Beliau adalah sosok sukses petani yang menerima hal hal baru tentang teknologi pangan.
Sebelumnya para fasilitator sudah melakukan persiapan dengan mengunjungi rumah pak Arif yang representatif sebagai tuan rumah workshop, masalah yang datang kemudian adalah persis di sebalah rumah pak Arif sedang ada hajatan pernikahan khas kampung yang mengundang kelompok elektone dan penyanyi seksinya a.k.a ca'doleng doleng. Panita pun dipaksa harus berpikir dan mencari jalan untuk mencari tempat baru untuk menagdakan workshop ini, apalagi para peserta yang datang dari kabupaten tetangga Barru, juga telah datang sedari pagi.
Kebisingan elekton membuat buyar semua peserta termasuk pemateri serta fasilitator yang sedang menikmati sarapan paginya. Seorang fasilitator kemudian datang memberi kabar bahagia bahwa pelatihan dua hari ini akan dipindah ke rumah slaah seorang peserta yang jaraknya lumayan dari pusat kebisingan. Setelah menghabiskan minuman hangat dan kue kue yang disajikan kami pun bergerak menuju lokasi pelatihan yang baru.
Sebelum masuk ke ruangan untuk mendengarkan materi tentang Participatory Video, kami dan peserta terlebih dahulu melakukan Ice Breaking dengan melakukan perkenalan di halamn rumah yang dijadikan tempat pelatihan, format ice breaking yang menarik dari kanda Alwi Fauzi (salah seorang pemateri) membuat para peserta tidak tegang dan cepat membaur dengan para pemateri dan fasilitator yang datang.
Setelah mempersiapkan segala sesuatunya di tempat yang baru, materi pun dimulai, saya di daulat untuk memberikan materi yang pertama tentang penulisan naskah atau seknario dalam pelatihan participatory video hari itu. Malam malam sebelumnya saya sudah mencoba membongkar beberapa ebook yang bahasannya ssoal participatory video, dan tak ada satu pun yang merekomendasikan saya membuat skenario dalam model PV (participatory video), hampir semua literatur yang saya sempat baca menyarankan untuk membuat outline ide dalam PV. So, dalam membawakan materi untuk ibu ibu peserta ini saya tidak akan mengajarkan membuat skenario layaknya film fiksi, saya kembali memformulasikan model skenario atau naskah yang bisa dilakukan untuk PV.
materi dimulai jam 11.00 siang dan akan membahas soal menguak, menyampaikan serta coba membuat outline sederhana dari sebuah cerita yang menarik. Ternayata benar saja walaupun ada titipan propaganda yang harus dilakukan, menurut saya sedikit lebih ideal jika saya membiarkan ide cerita yang kebanyakan dari pengalaman pengalaman ibu ibu peserta ini untuk menjadi dasar videonya.
Setelah melalui diskusi dan tanya jawab dengan para peserta hari itu, akhirnya para peserta yang dibagi ke dalam dua kelompok tadi telah menemukan ide yang akan mereka angkat ke dalam bentuk VP. ide yang pertama adalah kisah seorang ibu yang terlibat aktivitas barter dengan seorang pagandeng a.k.a penjual keliling bersepeda dan ide yang satunya lagi adalah tentang kotoran sapi yang dijadikan pupuk kandang a.k.a kompos.
ide ide yang sederhana, walaupun demikian tidak menjadikan ide ide mereka ini sebagai sesuatu yang biasa, kita akan sama sama sulap menjadi sajian visual yang menarik.
***bersambung***

Comments

Popular posts from this blog

The Pursuit of HappYness

Jika disuruh menyebutkan siapa aktor favorit saya, Will Smith akan menjadi salah satu yang saya sebutkan setelah Tom Hanks. Bagaimana dengan aktris, jika aktor saya punya banyak jagoan maka saya hanya akan memilih Helena Bonham Carter sebagai aktri favorit saya, Peran Helena dalam Fight Club (1999),Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street (2007) dan yang paling baru The King's Speech (2010)membuat saya langsung jatuh cinta pada aktris kelahiran Golders Green, London, empat puluh enam tahun lalu. Kali ini saya akan coba mereview film karya Gabriele Muccino bergenre drama keluarga berjudul The Pursuit of HappYness. Film ini mungkin tidak begitu terkenal seperti The Departed, Apocalypto, Pans Labyrinth, dan Pirates of The Carribean; Dead Man's Chest yang release di tahun yang sama. Film yang diangkat berdasarkan kisah nyata ini ditulis dengan begitu menarik oleh Steve Conrad dari buku yang berjudul sama. Film yang mengisahkan perjalanan hidup Chris Gardner ini diperankan

The Lucky One

"finding the lights means you must pass through the deepest darkness" Ini pertama kalinya saya mereview film drama bertemakan cinta, yang memenangkan beberapa penghargaan Teen Choice Award. Mungkin akan terdengar sedikit aneh yah, tapi bagaimanapun juga pesona seorang Zac Efron dalam film percintaan tetap saja jadi daya tarik sendiri bagi penggemar remaja hingga dewasa. Dalam film ini, Zac Efron (Logan) memerankan seorang marinir yang baru saja kembali dari perang di Irak dan lawan mainnya Taylor Schiling memerankan Beth. Film ini meneceritakan keberuntungan seorang marinir bernama Logan yang lolos dari maut berulang kali sejak dia menemukan sebuah foto di medan perang, foto seorang perempuan yang tidak pernah dikenalnya. Logan yang terus berusaha mencari dengan menggunakan semua petunjuk yang terdapat dalam foto itu. Akhirnya logan memutuskan untuk berjalan kaki untuk mencari perempuan di dalam foto itu. Sesampainya di sebuah kota bersama anjing peliharaannya,

Hara-Kiri: Death of a Samurai

Mungkin masih lekat dalam ingatan kita, bagaimana kisah The Last Samurai (2003) yang dibintangi oleh Tom Cruise dan Ken Watanabe. The Last Samurai banyak mengangkat keadaan kultural dan segala intriknya pada masa transisi pasca restorasi Meiji. Kali ini saya tidak akan membahas apa yang terjadi dalam film The Last Samurai, kali ini saya akan mengangkat hal yang lebih detail tentang kehidupan seorang Samurai pada masa Shogun berkuasa. Hara-Kiri: Death of a Samurai inilah judul film yang akan kita bahas kali ini. Disutradarai oleh Takashi Miike dan berlatar belakang Jepang sebelum restorasi Meiji. Hara-Kiri adalah film yang diangkat dari sebuah novel karya Yasuhiko Takiguchi dengan judul Ibun rônin-ki sedangkan skenario nya ditulis oleh Kikumi Yamagishi. Film yang dibintangi Kôji Yakusho, Eita dan Naoto Takenaka ini diproduksi oleh Recorded Picture Company bekerja sama dengan Sedic International dan Amuse Soft Entertainment dengan durasi hampir dua jam. Bergenre drama film ini menyaji