Tidak ada yang sanggup memastikan kapan turunnya hujan, dimana tetes tetes airnya akan jatuh, seberapa deras hujan akan turun, atau seberapa gelap langit saat kita beratapkan langit nanti.
Adakah yang menghafal tapak kakinya, seberapa jauh yang pernah kita langkahkan, untuk apa dan hendak kemana kita masa itu, adakah yang mengingat bagaimana betuk kerikil bahkan batu batu di jalan yang tidak sepenuhnya aspal hitam atau genangan air yang ukurannya tidak tentu.
sejauh mana masa itu kita memandang, melihat menerobos satu persatu warna cahaya, atau kita hanya menutup mata atau membelalak kosong tanpa konsentrasi, menyerap sebanyak banyaknya cahaya hanya sekedar untuk membuat mata terbuka agar dikiranya hidup dan belum mati.
Pastinya jenuh yang mengantar pada hal yang baru, pastinya bosan mengantar ke langit yang lebih biru, pastinya lelah berteman dengan kelam tumpukan awan hitam yang menggantung di langit.
Berpaling dan mengelak, berharap hujan tak membawa basah, atau terik membawa kering dan dahaga.
Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah tulisan dari kawan tentang tes bahasa inggris palsu, dan saya juga tergerak untuk menulis tentang hal yang sama. Menjadi catatan bahwa saya bukan orang yang latar belakang pendidikannya bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, namun sejak kecil saya dekat dengan ilmu bahasa. baik itu bahasa ibu kita bahasa Indonesia ataupun bahasa asing seperti bahasa Inggris. Saya bahkan harus jauh jauh ke Oregon State University untuk sekedar memperbaiki nilai TOEFL walaupun kemudian gak berubah juga (hhhheehee).Terus mencoba Menilik ke tulisan teman sebelumnya, soal tes bahasa inggris yang digunakan pemerintah sebagai syarat penerimaan cpns yang saat ini lagi heboh dimana mana. Masalah yang dijadikan topik bahasa dari tulisan teman saya adalah tentang tes bahasa inggris yang dijadikan persyaratan adalah tes yang palsu. Saya setuju dengan apa yang dikatakan teman itu dalam tulisannya bahwa, birokrat negara ini mungkin terlalu sibuk dengan urusan urusan ya...
Comments
Post a Comment